FIRQOH-FIRQOH KHAWARIJ

FIRQOH-FIRQOH KHAWARIJ




A.    Pendahuluan
Sebelum membahas rincian Firqoh-firqoh khawarij, perlu diketahui perbedaan pendapat para Ulama mengenai Jumlah Firqoh Khawarij.
1.    Al-Asy’ari dalam al-Maqolaat berpendapat bahwa khawarij terpecah menjadi empat: Al-‘Azaariqoh, An-Najdaat, Al-Ibaadhiyyah, dan Ash-Shufriyyah. Kemudian ia berkata: dan semua golongan selain  Al-‘Azaariqoh, An-Najdaat, dan Al-Ibaadhiyyah, adalah cabang dari Ash-Shufriyyah.[1]
2.    Ibn Abdi Rabbih pun berpendapat sama seperti Al-Asy’ari, tetapi ia menyebutkan Al-Baihasiyyah termasuk cabang dari An-Najdaat.[2]
3.    Penulis Ibaanatul Manaahij berpendapat ada lima pecahan khawarij yang utama, ia menyebutkan apa yang dikatakan Al-‘Asy’ari dan Ibn Abdi Rabbih.[3]
4.    Dan ada yang bependapat, bahwa khawarij terbagi pada tujuh firqoh yang pokok. Diantara mereka adalah Muhyiddin ad-Dabasi dimana ia menyandarkan kepada firqoh yang sebelumnya menurut ibanatul Manahij dengan firqoh Muhakkimah dan al-‘Ajaaridah. Lalu ia menjelaskan bahwa Ibadhiyyah terpecah menjadi 4 firqoh, dan al-‘Ajaaridah 10 firqoh.[4]
5.    Asy-Syathibi pun menerangkan bahwa pecahan Khawarij yang pokok itu ada 7, tapi ia menyebutkan berbeda dengan yang sebelumnya. Ia menyebutkan bahwa 7 firqoh itu diantaranya, al-Muhakkimah, al-Baihasiyyah, al-Azaariqoh, al-Hiraats, al-‘Abdiyyah, dan al-Ibaadhiyyah.
Dalam pembagian yang dilakukan oleh asy-Syathibi ini ada keasingan, seperti penyebutan firqoh al-Hiraats. Tidak ada ulama lain yang menyebutkan ada firqoh khowarij ini, baik yang pokok maupun yang cabang. Tapi Syaikh Muhammad Rasyid Ridho membolehkan menjadikan al-Hiraats sebagai An-Najdaat karena ia telah tercatat dalam naskah-naskah.
Dan juga Asy-Syathibi mencatatkan al-Abdiyyah, padahal al-Abdiyyah tidak pernah disebutkan oleh para ahli sejarah mengenai firqoh khawarij, dikarenakan yang dimaksud asy-Syatibi adalah al-Ma’badiyyah. Al- Ma’badiyyah bukanlah firqoh utama, tetapi ia adalah firqoh cabang yang kecil dari firqoh Ats-Tsa’aalibah. Asy-Syathibi sendiri memang menjelaskan bahwa al-Ma’badiyyah itu  adalah termasuk firqoh Ats-Tsa’aalibah ketika beliau menjelaskan pembagian Ats-Tsa’aalibah. Lalu beliau membagi al-Ibaadhiyyah kepada 4 firqoh, dan al-Ajaaridah menjadi 11 firqoh. Ats-Tsa’aalibah merupakan salah satu dari firqoh al-Ajaaridah yang memiliki 4 firqoh.[5]
6.    Asy-Syahrastaani menghitungnya menjadi 8 firqoh yang mana semuanya adalah firqoh Khawarij Senior.[6] Rinciannya adalah 7 firqoh yang telah dijelaskan oleh ad-Dubasi ditambah dengan Ats-Tsa’aalibah.
7.    Adapun al-Baghdadi menjadikan firqoh khawarij yang pokok menjadi 10 firqoh.[7]
8.    Adapun menurut Ar-Razi, khawarij terpecah menjadi ada 21 firqoh[8], sedangkan menurut al-Milathi, ada 25 firqoh.[9]
Dari perselisihan ulama mengenai jumlah firqoh khawarij, Al-Ustadz Al-Gharabiy berkata: dan kesimpulannya meski sebelumnya khawarij ada dalam pandangan yang sama, tapi hal itu tidak menjadikan mereka tetap untuk tidak terjadi perselisihan pendapat, maka memisahlah dan keluarlah mereka dari Imam mereka, sungguh khawarij telah terbagi pada firqoh-firqoh yang banyak tidak ada kesepakatan para ahli sejarah tentang jumlah mereka.
Lalu beliau berkata lagi: yang haqq bahwa tidak mungkin untuk mengetahui jumlah firqoh-firqoh khawarij dan tidak pula mengetahui jumlahnya dengan tepat, dikarenakan perselisihan-perselesihan yang terjadi diantara mereka terhadap sesuatu yang sepele.
Beliau berkata lagi: dan bahwasanya sebagaimana telah aku katakan, tidaklah mudah menyepakati terhadap kaifiat pembagian firqoh-firqoh khawarij dan begitu pula cabang-cabangnya. Sebagaimana bahwasanya tidaklah mudah untuk mematok jumlah firqoh-firqoh nya, hal itu karena banyaknya perselisihan-perselisihan dan perubahan-perubahan, dan juga keluarnya sebagian mereka kepada sebagian yang lain karena satu urusan yang kadang sederhana. [10]

B.     Mengenal firqoh-firqoh Khawarij
1.      Al Muhakkimah (’Abdullah bin Wahab Ar-Rasibi)
Al-Milathi mengatakan bahwa firqoh pertama dari khawarij adalah al-Muhakkimah. Mereka keluar dengan pedang mereka, bagi orang yang mereka menyusul. Maka mereka senantiasa berperang hingga mereka terbunuh, dan salah satu dari mereka apabila keluar untuk tahkim, ia tidak akan kembali atau terbunuh, maka keadaan orang-orang diantara mereka atas ketakutan dan fitnah”
Yang dimaksud dengan seorang khawarij yang keluar untuk tahkim adalah seseorang keluar dengan pedangnya, kemudian ia keluar sambil berseru kepada orang-orang: Laa Hukma Illa Lillah.
Pemimpin mereka yang pertama adalah Abdullah bin Wahab Ar-Rasibi, beliau  adalah yang memimpin pemberontakan melawan Ali Bin Abi Thalib di Nahrawan, mereka disana membunuh dengan sangat keji.
Dan kejahatan paling keji yang dilakukan mereka adalah pembunuhan terhadap ‘Abdullah bin Khabbab anak salah satu sahabat Rasulullah Saw, setelah ia mengatakan kepada mereka tentang hadits wajibnya duduk terhadap fitnah-fitnah. Maka mereka menyembelih ‘Abdullah di pinggir sungai dan membelah perut istrinya yang sedang hamil.
Mereka mengatakan : Laa Hukma illa lillah, tiada hukum diluar hukum Allah. Berdasarkan ajaran ini mereka menyalahkan dan bahkan mengakafirkan semua orang yang terlibat peristiwa tahkim itu. Ajaran tentang pengkafiran ini kemudian diperluas, yakni terhadap setiap perbuatan dosa besar, tetapi juga pelakunya sudah dipandang kafir.
Dalam bidang politik, Firqoh inilah yang mempelopori kebebasan (demokratis), khususnya dalam menentukan pemimpin, yakni tidak mesti dari Arab Quraisy.

2.      Al-Azaariqah (Abi Rasyid Nafi bin Al-Azraq)
Al-Azaariqah adalah Firqoh khawarij yang paling ekstrim, dipimpin oleh Abi Rasyid Nafi bin Al-Azraq, yang terbunuh (60 H) dalam petempuran dengan pasukan Abdullah bin Zubair di Ahwaz (Irak) dan Firqohnya dihancurkan oleh dinasti Umayah di zaman al-Hajjaj.
Yang terpenting dari ajaran mereka, bahwa pelaku dosa besar itu bukan saja kafir tetapi juga musyrik, dan musyrik itu dosa yang tak terampunkan (Q.S. Al-Nisa: 48). Makanya wajib diperangi. Yang tidak sepaham dengan mereka dipandang pula sebagai musyrik. Mereka mewajibkan bagi anggota barunya untuk mebunuh tawanan yang sesuku dengannya, jika ingin diterima sebagai anggota al-Azaariqah. Mereka memandang tidak wajib adanya hukum rajam bagi pezina karena Al-Qur’an tidak menyebutkannya. Juga tidak ada sanksi hukum (hadd) bagi orang yang membunuh laki-laki muhsan pezina. Sanksi ini (had, jamaknya: hudud) hanya berlaku bagi tuduhan berzina terhadap wanita muhsan, karena berdasarkan teks ayat (Al-Qur’an).
Ringkasnya, teologi mereka sangat puritan dan ekstrim, yang membenarkan terorisme dan pembunuhan. Bagi mereka kebenaran adalah milik mereka, yang lain salah.

3.      An-Najdaat (Najdah Ibn Amir Al-Hanafi)
Firqoh ini dinisbahkan kepada pemimpinnya yaitu Najdah Ibn Amir Al-Hanafi dari Yamamah, yang membelot dari ajaran Azaariqah karena tidak sepaham dengan Nafi pemimpin Firqoh tersebut.
Ajaran mereka yang menonjol di antaranya, jika Firqoh-Firqoh yang lain tidak memandang ijtihad sebagai sumber hukum islam, seperti tidak wajib merajam pezina karena tidak ada ayat menyebut demikian, maka Najdat justru sebaliknya. Dalam hal perbuatan dosa, mereka menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa kecil secara terus menerus adalah musyrik. Tetapi jika orang Najdat itu melakukan dosa besar namun tidak terus menerus, maka ia dipandang tetap berada dalam kemusliman. Mereka juga mewajibkan taqiyyah, yakni merahasiakan keyakinannya demi melindungi keamanan diri. 

4.      Al-Ibaadiyah (Abdullah bin Ibadh Al-Maqdisi)
Nama Firqoh ini dinisbahkan pada kata Ibadh, nama sebuah kampung yang terletak di dekat Yamamah. Pendirinya adalah Abdullah bin Ibadh Al-Maqdisi. Doktrin keagamaan mereka lebih moderat bila dibandingkan Firqoh-Firqoh khawarij lainnya. Misalnya mereka menyatakan bahwa orang islam yang tidak sepaham dengan mereka bukan musyrik dan bukan mukmin, tetapi kafir. Oleh karena itu syahadat mereka dapat diterima, darah mereka haram ditumpahkan diluar wilayah Ibadhiyah, dan  boleh melakukan perkawinan di luar kelompok mereka. Pembuat dosa besar tidak bisa disebut mukmin ataupun kafir tetapi termasuk muwahid (yang mengesakan Tuhan). Jikapun dikategorikan kafir, hanya sebagai kufur nikmat, yakni tetap dipandang sebagai muslim.
Berikut adalah beberapa firqoh yang dianggap sebagai pecahan dari firqoh Ibadhiyyah, tapi ada sebagian orang yang mengingkarinya. Diantaranya :
1)      Al-Hafshiyyah (Hafsh ibn Abi Miqdam)
Pendiri Firqoh ini adalah Hafsh ibn Abi Miqdam. Firqoh ini mengingkari kenabian, Surga, Neraka, dan ia banyak menghalalkan apa yang diharamkan.
Para ulama sepakat bahwa Firqoh ini adalah pecahan pertama dari Ibadhiyah, akan tetapi Ali Yahya Ma’mar membantah bahwa firqoh ini bukanlah pecahan dari ibadihyah, bahkan ia meragukan tentang adanya firqoh ini.
2)      Al-Yazidiyyah (Yazid bin Unaisah)
Nama Firqoh ini dinisbahkan kepada nama pemimpin mereka yang bernama Yazid bin Unaisah. Firqoh ini berkeyakinan akan datang Rasul selain Nabi Muhammad Saw.
3)      Al-Haritsiyyah (Harits bin Yazid Al-Ibadhi)
Nama Firqoh ini dinisbahkan kepada Harits bin Yazid Al-Ibadhi. Firqoh ini menganggap bahwa tidak ada pemimpin bagi Firqoh mereka setelah Al-Muhakkimah kecuali ‘Abdullah bin Ibadh dan sesudahnya yaitu Harits bin Yazid Al-Ibadhi.
4)      Ashhabu Tha’at laa yuraad bihaa Allah
Firqoh ini berkeyakinan bahwa seseorang kadang-kadang melakukan suatu perbuatan dari perintah-perintah Allah dibandingkan melakukan maksud Allah tentang amal itu dan tidak ada keinginan untuk melakukan perintah Allah

Berikut ini adalah enam firqoh Ibadhiyyah di Maghrib (Maroko)
a.      An-Nakaar (Abi Qudaamah Yazid bin Fundain)
Firqoh ini memiliki nama lain yaitu An-Nakaats, An-Najwiyyah, Asy-Syaghabiyyah. Firqoh ini muncul pada tahun 171 H dengan pemimpinnya adalah Abi Qudaamah Yazid bin Fundain. Firqoh ini memisahkan diri dari Ibadhiyah karena masalah Siyasah (politik).
b.      An-Nafaatsiyah (Farjan Nashr An-Nufusi / Nafats)
Firqoh ini dinisbahka kepada seorang laki-laki bernama Farjan Nashr An-Nufusi dikenal dengan nama Nafats.
Firqoh ini memiliki pendapat bahwa Khutbah jum’at itu adalah Bid’ah, mengingkari pengutusan pengambilan zakat, berpendapat bahwa Anak saudara sekandung lebih berhak pewarisannya dibanding saudara sebapak.
c.       Al-Kholafiyyah (Kholaf bin As-Samh bin Abi Khaththab ‘abd Al-A’la al-Ma’aafiri)
Firqoh ini dinisbahkan kepada Kholaf Ibn As-Samh Ibn Abi Khaththab ‘abd Al-A’la al-Ma’aafiri, kakeknya adalah pemimpin Ibadhiyah di Maghrib.
d.      Al-Husainiyyah (Ahmad Bin al-Husain al-Athrabalsi / Abu Ziyad)
Firqoh ini dinisbahkan kepada seorang laki-laki bernama Ahmad Bin al-Husain al-Athrabalsi, firqoh ini muncul di Abad ke-3 Hijriyah. Para penyusun kitab menyebutkannya, tapi tidak mengenalnya. Firqoh ini telah bercampur dengan firqoh yang lain, yang bernama Al-‘Imadiyyah, firqoh ini dinisbahkan kepada Abdullah bin Mas’ud. Mereka adalah firqoh yang tersembunyi. Mereka memiliki beberapa faham, seperti bahwa seseorang itu mencukupkan seorang itu bodoh karena mengenal Muhammad Alaihi Salam, mereka membolehkan zina dan mengambil harta-harta orang yang dibencinya, atas hal itu ia menjaga terhadapnya dan merugi setelah itu, mereka berpendapat bahwa Hujjah Allah dapat dicapai dengan tafakkur terhadap agama Allah secara memaksakan diri. Mereka berkata: bahwa Allah tidak akan melarang orang-orang Musyrik dan orang yang baligh kepada selain Syirik, dan tidak akan memerintah mereka terhadap selain tauhid,
e.       As-Sakaakiyyah (Abdullah As-Sakkak al-Lawwati)
Firqoh ini dinisbahkan kepada Abdullah As-Sakkak al-Lawwati, beliau adalah seorang tukang emas yang mahir, ia memiliki pengetahuan yang luas terhadap kitab-kitab. Ia berselisih dengan Al-Ibadhiyyah dalam masalah yang banyak. Dan ia memiliki pengikut yang banyak. Apabila dikalangan al-Ibadhiyyah ada pengikut Asy-Syakakiyyah yang mati, maka mereka akan mengikat kakinya dengan tali, lalu menyeretnya ke jurang untuk digantungkan disana, tanpa mengafaninya dan menyolatkannya. Sebagian Al-Ibadhiyyah menghukumi mereka sebagai orang-orang Musyrik, sedangkan sebagian lainnya menyebut mereka orang munafik.
Mereka memiliki beberapa faham, diantaranya:
-          Mereka mengingkari As-Sunnah, al-Ijma’, dan Ar- Ra’yu, mereka menganggap bahwa dalam memahami agama cukup dari al-Qur’an saja.
-          Mereka membid’ahkan shalat berjama’ah
-          Mereka membid’ahkan Adzan, dan menyebut suara adzan dengan suara himar.
-          Mereka melarang shalat kecuali shalat yang diketahui tafsirnya dari al-Qur’an.
f.       Al-Faritsiyyah (Abu Sulaiman  bin Ya’qub bin Aflah)
Firqoh ini dinisbahkan kepada seorang alim dari ulama al-Ibadhiyyah, ia bernama Abu Sulaiman  bin Ya’qub bin Aflah. Firqoh ini memiliki beberapa faham, diantaranya; mereka memandang bahwa zakat tidak layak dikeluarkan dari kerabat Muzakki, memakan janin tidak diperbolehkan, haramnya darah tergorokan walaupun setelah dicuci tempat menyembelihnya, dan memandang keringat orang yang junub dan wanita yang haid adalah najis.
5.      Al-‘Ajaaridah (Abdul Karim bin ‘Ajrid)
Firqoh ini merupakan pecahan dari Firqoh An-Najdat, yang termasuk moderat, sehingga mereka tidak mewajibkan umat islam harus berhijrah ke wilayah yang dikuasai mereka, seperti halnya pandangan Firqoh An-Najdat dan Al-Azaariqah. Bagi mereka berhijrah atau menjadi pengikut Firqoh mereka hanyalah merupakan sikap terbaik (fadilah) bukan suatu kewajiban. Sehingga bagi anggota ini boleh tidak tinggal di wilayah mereka dengan tanpa dicap kafir.
Pendapat Firqoh ini yang agak radikal adalah pengingkaran mereka terhadap surat Yusuf, sebagai bagian dari al-Qur’an. Sebagai kitab suci, Al-Qur’an tidak wajar dan tidak mungkin mengandung love story. Karena itu surat Yusuf yang berisi kisah cinta itu tidak mungkin merupakan bagian dari al-Qur’an.



a.      Al-Maimuniyyah (Maimun bin Kholid)
Firqoh ini adalah pengikut Maimun bin Khalid, beliau adalah seorang al-Ajaridah. Al-Asy’ari mengatakan bahwa ia adalah penduduk Balkh. Maimun keluar/dikeluarkan dari al-Ajaaridah karena sebab kecenderungannya terhadap faham Qodariyyah. Ia menyatakan bahwa semua perbuatan manusia, baik atau buruk adalah timbul dari dan diciptakan oleh manusia itu sendiri.
b.      Al-Kholafiyyah
Al-‘Asy’ari mengatakan mereka adalah sekelompok orang yang dikatakan baginya Kholaf, Asy-Syahrasytaani mengatakan: ia adalah Kholifah golongan pengganti orang khawarij dan mereka adalah khawarij Kirmaan dan Mukraan.
c.       Al-Hamziyyah (Hamzah bin Akrak/Adrak)
Firqoh ini dinisbahkan kepada seorang lelaki bernama Hamzah bin Akrak/Adrak sebagaimana telah dikatakan Asy-Syahrastani, firqoh ini muncul pada tahun 179 H saat kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid.
Al-Milathi berkata mengenai Firqoh Hamziyyah: “Dan adapun firqoh yang ke-8 adalah Al-Hamziyyah, mereka menyuarakan kebebasan tetapi mereka tidak menghalalkan mengambil harta seseorang sampai membunuhnya, apabila mereka tidak menemukan pemilik harta, mereka tidak akan mengambil harta itu sedikitpun sampai jelas pemiliknya, lalu mereka akan membunuhnya, ketika mereka telah membunuhnya saat itu mereka menghalalkan hartanya. Sungguh mereka menjadikan hal ini sebagai syariat mereka.”
d.      Asy-Syua’ibiyyah (Syu’aib bin Muhammad)
Firqoh ini adalah firqoh kecil yang dinisbahkan kepada seseorang yang bernama Syu’aib bin Muhammad. Ia adalah bagian dari al-‘Ajaaridah, tapi ia keluar dari mereka ketika ia berkata tentang takdir dan sesuai dengan Qodariyyah.
e.       Al-Khaazimiyyah (Khazim bin ‘Ali)
Al-‘Asy’ari menyebutnya al-Khazimiyyah menggunakan Kha, seperti al-baghdadi. Berbeda dengan Asy-Syahrasytaani, ia menyebutnya al-Haazimiyyah. Firqoh ini adalah pengikut Hazim bin ‘Ali, mereka adalah al-Ajaaridah Sijistan. Mereka beraqidah tentang takdir dengan itsbat, seperti ahlu sunnah. Mereka berkata bahwa Al-Wilayah dan Al-Adawah termasuk sifat-sifat Allah yang dzati. Mereka berkata bahwa Allah mengurus seseorang dengan ukuran apa yang menjadikan kepadanya setelah matinya.
f.       Al-Ma’luumiyyah wa Al-Majhuliyyah
Kedua firqoh ini berasal dari Al-Khazimiyyah, kemudian keduanya berpisah dari Khazimiyyah karena pendapat-pendapat yang mereka katakan. Kemudian setiap dari mereka saling memisahkan diri dengan yang lainnya, lalu mengkafirkan salah satunya kepada yang lainnya dalam masalah Makrifatullah dengan seluruh nama-namanya. Al-Ma’luumiyyah berpendapat, “Bahwa orang yang tidak mengenal Allah ta’ala dengan seluruh nama-namanya, ia adalah bodoh terhadap-Nya. Dan yang bodoh terhadap-Nya adalah Kafir”ketika itu al-Majhuuliyyah berpendapat, “Bahwa orang yang mengenal Allah dengan sebagian nama-namanya sungguh telah mengenal-Nya”. Dikarenakan hal ini keduanya saling mengkafirkan.

g.      Ash-Shilatiyyah (Utsman bin Shilat)
Para ulama berselisih dalam menentukan nama pendiri firqoh ini. Menurut al-‘Asy’ari dan asy-Syahrasytani adalah Utsman bin Abi Ash-Shilat, menurut al-Baghdadi adalah Shilat bin Utsman, ada yang berkata : Shilat bin Abi Shilat. Pendiri firqoh ini pada awalnya adalah seorang al-Ajaaridah Al-Hamziyyah, akan tetapi dia keluar karena tidak setuju dengan pendapat-pendapat mereka.
h.      Ats-Tsa’aalibah (Tsa’labah bin Maskan)
Ats-Tsa’aalibah berasal dari firqoh al-‘Ajaaridah, akan tetapi ia memisahkan diri darinya dengan pemimpin Tsa’labah bin Masykaan, sebagaimana dinamakan oleh al-Baghdadi.  Asy-Syahrastaani menamai dengan Tsa’labah bin ‘Amir.
1.      Al-Akhsaniyyah (Akhnas bin Qais)
Firqoh ini dinisbahkan kepada pemimpin mereka al-Akhnas bin Qais, dan sungguh ia keluar dari ucapan Ats-Tsa’aalibah ketika ia bertawaqquf dari semua orang yang ada di Darul Taqiyyah terhadap orang yang menganut islam dan Ahlu Qiblat. Ia mengharamkan pembunuhan terencana dan pembunuhan sebelum dakwah, maka Ats-Tsa’aalibah berlepas diri dari mereka.
2.      Al-Ma’badiyyah (Ma’bad bin ‘Abdurrahman)
Firqoh ini dinisbahkan kepada seseorang yang bernama Ma’bad bin ‘Abdurrahman, ia berasal dari Ats-Tsa’aalibah kemudian dari al-Akhnasiyyah. Akan tetapi ia berbeda dengan ats-Tsa’aalibah dan al-Akhnasiyyah, ia berlepas dari kedua firqoh itu. Berbeda dengan ats-Tsa’aalibah dalam membolehkan mengambil zakat hamba mereka dan memberikan mereka darinya apabila mereka fakir. Dan berbeda dengan al-Akhsaniyyah tentang kesalahan yang terjadi padanya dalam pernikahan wanita-wanita muslim terhadap orang musyrik.
3.      Asy-Syaibaaniyyah (Syaiban bin Salamah)
Firqoh ini dinisbahkan kepada Syaiban bin Salamah, ia muncul pada masa Abu Muslim Al-Khurasaani, Syaiban membantunya dan menolongnya dalam perang.
4.      Ar-Rasyidiyyah / Al-‘Asyriyyah (Rasyid Ath Thusi)
Firqoh ini dinisbahkan kepada Rasyid Ath-Thusi yang keluar dari Ats-Tsa’aalibah ketika dia menentukan bahwa zakat apa yang disiram dengan sungai dan tandan adalah sepersepuluh (10 %), maka ats-Tsa’aalibah berlepas diri darinya dan menamai mereka dengan al-‘Asyriyyah. Orang yang berfatwa bahwa pada zakat apa yang disiram dengan sungai dan tandan adalah sepersepuluh  adalah Ziyad bin bin ‘Abdirrahman, beliau adalah ahli fiqih Ats-Tsa’aalibah dan pemimpin mereka. Ia memiliki firqoh yang dinamakan Az-Ziyaadiyyah, dia adalah pembesar Ats-Tsa’aalibah dan jumlah mereka banyak.
5.      Al-Mukramiyyah (Mukram bin Abdullah al-Ajali)
Firqoh ini dinisbahkan kepada Mukram bin Abdillah al-Ajali, sebagaimana kata Asy-Syahrastani. Al-Asy’ari dan ibn Hazm mengatakan firqoh ini dinisbahkan kepada Abu Mukram


6.      Al-Baihasiyah (Abu Baihas)
Firqoh ini adalah firqoh khawarij yang utama, dinisbahkan kepada Abu Baihas. Ad-Dabas berkata: Bahwa firqoh kedua dari khawarij adalah al-Baihasiyyah, wajib untuk mengkafirkan mereka, karena mereka sesuai dengan Qodariyyah dalam penyandaran pekerjaan-pekerjaan hamba kepada mereka.”

7.      Ash-Shufriyyah (Ziyad bin al-Ashfar)
Firqoh ini dinisbahkan kepada Ziyad bin al-Ashfar, menurut al-Asy’ari, Al-Baghdadi, Asy-Syahrastani, penulis kitab al-Adyaan, dan selain mereka. Al-Milathi menisbahkan firqoh ini kepada al-Muhallab bin Abi Shufroh, tapi pendapat ini tidak sah kata Dr. Ghalib bin Ali.

8.      Firaq lainnya
a.       Al-Husainiyyah (Abi Al-Husain)
b.      Al-Bida’iyyah (Yahya bin Ashdam)
c.       Al-Ja’diyyah (Muslim bin Ja’d)
d.      At-Taghallubiyyah
e.       Al-‘Azraiyyah (Ibn Azrah)
f.       As-Sariyyah (Firqoh ini tidak dinisbahkan pada seorangpun)
g.      An-Najraaniyyah (Syubaib An-Najraani)
h.      Al-A’samiyyah (Ziyad Bin Al-A’sam)


DAFTAR PUSTAKA

Ghalib bin Ali al-‘Awaji, Khawarij; tarikhuhum wa araauhum al-I’tiqodiyyah wa mauqif al-Islam minha, cet.1, 1997.
Suaib Didu, Radikalisme dalam Islam; Antara Argumentasi Jihad dan Terorisme, Cet. 1, 2006
Al-Maqoolaat, I, 183
Al-Aqdu al Fariid, II, 391
Ibaanatul Manaahij, hal. 155
Risalah Ad-Dubasi fi firaq Asy-Syi’ah wa al-Khawarij wa takfir Ghalatihim, hal. 26
Al-I’tishaam, II, hal. 219, 220
Al Firaq baina al Firaq, 24, 72
I’tiqaad firaq al Muslimiin wa al Musyrikiin, hal. 46, 72
At-Tanbih wa Radd ‘ala ahli al-Ahwa wa al-Bida’, hal. 167
Tarikh al-Firoq al-Islamiyyah, hal. 266, 268, 271



[1] Al-Maqoolaat, I, 183
[2] Al-Aqdu al Fariid, II, 391
[3] Ibaanatul Manaahij, hal. 155
[4] Risalah Ad-Dubasi fi firaq Asy-Syi’ah wa al-Khawarij wa takfir ghalatihim, hal. 26
[5] Al-I’tishaam, II, hal. 219, 220
[6] Al-Milal wa Nihal
[7] Al Firaq baina al Firaq, 24, 72
[8] I’tiqaad firaq al Muslimiin wa al Musyrikiin, hal. 46, 72
[9] At-Tanbih wa Radd ‘ala ahli al-Ahwa wa al-Bida’, hal. 167
[10] Tarikh al-Firoq al-Islamiyyah, hal. 266, 268, 271

Tidak ada komentar:

Posting Komentar