Ilmu Takhrij Hadits
Oleh: Muhammad Ihsan
A.
Pendahuluan
1.
Pengertian Takhrij Hadits
Takhrij
menurut bahasa
mengandung pengertian bermacam-macam, dan yang populer diantaranya adalah al-istinbath
(mengeluarkan), al-tadrib (melatih atau membiasakan), al-tawjih (memperhadapkan).[1]
Sedangkan secara
terminologi, ada beberapa pendapat;
Para muhadisin
mengartikan takhrij hadis sebagai berikut:
1.
Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan
menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu
dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
2.
Ulama mengemukakan berbagai hadis yang telah
dikemukakan oleh para guru hadis, atau berbagai kitab lain yang susunannya
dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para gurunya, siapa periwayatnya
dari para penyususn kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3.
‘Mengeluarkan’, yaitu mengeluarkan hadis dari
dalam kitab dan meriwayatkannya. Al-Sakhawy mengatakan dalam kitab Fathul
Mughits sebagai berikut, “Takhrij adalah seorang muhadis mengeluarkan
hadis-hadisdari dalam ajza’, al-masikhat, atau kitab-kitab lainnya. Kemudian
hadis tersebut disusun gurunya atau teman-temannya dan sebagainya, dan
dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu”.
4.
Dalalah, yaitu menunjukkan pada sumber hadis asli dan
menyandarkan hadis tersebut pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi
penyusunnya.
5.
Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis
pada sumber yang asli, yakni kitab yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap
dengan sanadnya masing-masing, lalu untuk kepentingan penelitian.[2]
Dari uraian defenisi di
atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai berikut:
·
Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan
menyebutkan para rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
·
Mengemukakan asal usul hadis sambil dijelaskan
sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang diperoleh oleh penulis
kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya sampai kepada Nabi
Saw.
·
Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber
pengambilannya dari kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode
periwayatannya dan sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para
rawi sekaligus hadisnya.
Dari berbagai pernyataan di atas, dapat
disimpulkan bahwa hakikat dari takhrij hadis adalah penelusuran atau
pencarian hadis pada berbagai kitab hadis sebagai sumbernya yang asli yang di dalamnya
dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya.
2.
Syarat-Syarat seorang yang melakukan takhrij
(Mukharrij)
Semua orang tahu bahwa pekerjaan mentakhrij bukanlah pekerjaan mudah, sehingga setiap orang mudah untuk
melakukannya. Akan tetapi pekerjaan mentakhrij memiliki syarat-syarat yang
wajib dipenuhi untuk siapa saja yang bersedia untuk melakukan takhrij. Berikut
diantaranya:
a.
Memiliki ilmu Bahasa Arab yang cukup,
mengetahui tashrif fi’il, dan mampu membedakan antara huruf asli dan zaidah
serta fi’il dan isim. Karena semua hadits dan sumber rujukan takhrij berbahasa
Arab
b.
Memiliki pengetahuan yang cukup tentang
ilmu-ilmu hadits dan istilah-istilahnya.
c.
Memiliki pengetahuan terhadap kitab-kitab
hadits dan metodologi penyusunannya. Mengetahui rujukan Ashliyyah, yang
menyerupai ashliyyah, dan yang bukan ashliyah.
d.
Mengetahui metode-metode takhrij, kelebihan
dan kekurangannya. Mengetahui kitab-kitab bagi setiap metode takhrij.Apabila
tidak, akan menyulitkan dirinya untuk mendapatkan yang diharapkannya.
e.
Menikmati kesabaran dalam melakukan takhrij,
tidak merasa lelah dan jemu. Apabila tidak, maka akan menjadikan pekerjaannya
tidak sempurna.[3]
3.
Tujuan Ilmu Takhrij Hadis
Mengkaji
hadits Rasulullah Saw baik sanad maupun matan dengan metode-metode takhrij, dan
mempercepat sampainya kepada tempat-tempat dan sumber-sumber yang bermacam-macam. Dan melatih pentakhrij
pada suatu cara yang menghasilkan pengetahuan pada hadits yang diterima atau
ditolak.[4]
Adapun
secara ringkas, tujuan Takhrij hadis ada tiga menurut ustadz Ahmad Luthfi
1. Tujuan
Awal: Mencari tahu siapa perawi hadis itu; ada di mana, di Kitab apa, bab apa,
dan jilid, halaman dan nomor berapa.
2. Tujuan
Akhirnya: Mengetahui bagaimana hukum hadis itu; Apakah Shahih, Hasan, Dhaif,
Palsu.
3. Sasaran
dan tujuan akhir mentakhrij: Apakah hadis ini boleh dijadikan dalil, atau
tidak.[5]
B.
Manfaat
Ilmu Takhrij Hadits
Manfaat
yang bisa dicapai oleh ilmu takhrij itu banyak macamnya, diantaranya manfaat
bagi sanad, manfaat bagi matan, dan manfaat bagi sanad dan matan sekaligus. Berikut
rinciannya.
a.
Manfaat bagi Sanad
1.
Merangkum sejumlah besar sanad-sanad hadits
dan jalan-jalannya pada sumber yang berbeda-beda.sehingga akan tersingkap sanad
yang bersambung, terputus, mursal, dan yang lainnya.
2.
Menguatkan sanad hadits
3.
Mengetahu derajat suatu hadis
4.
Membedakan nama rawi yang muhmal
5.
Menjelaskan nama rawi yang mubham
6.
Menghilangkan kemungkinan tadlis dalam
riwayat ‘an’anah nya seorang mudallis.
7.
Menghilangkan kemungkinan ragunya seorang
guru yang mukhtalith
b.
Manfaat bagi matan
1.
Mengetahui maksud yang digambarkan oleh suatu
hadis
2.
Mengetahui sababul wurud hadis
c.
Manfaat bagi matan dan sanad sekaligus
1.
Mengetahui beberapa sumber dari suatu hadis
2.
Mengetahui illat pada sanad dan matan
3.
Mengetahui cacat pada suatu sanad hadis atau
matannya[6]
C.
Perkembangan ilmu Takhrij
Hadis
Menurut Mahmud al-Tahhan, pada mulanya ilmu Takhrij
al-Hadis tidak dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti hadis, karena pengetahuan mereka
tentang sumber hadis ketika itu sangat luas dan baik. Hubungan mereka dengan
sumber hadis juga kuat sekali, sehingga apabila mereka hendak membuktikan ke-sahih-an
sebuah hadis, mereka dapat menjelaskan sumber hadis tersebut dalam berbagai
kitab hadis, yang metode dan cara-cara penulisan kitab-kitab hadis tersebut
mereka ketahui.
Namun
ketika para Ulama mulai merasa kesulitan untuk mengetahui sumber dari suatu
hadis, yaitu setelah berjalan beberapa periode tertentu, dan setelah
berkembangnya karya-karya Ulama dalam bidang Fiqh, Tafsir dan Sejarah, yang
memuat hadis-hadis Nabi Saw yang kadang-kadang tidak menyebutkan sumbernya,
maka Ulama Hadis terdorong untuk melakukan Takhrij terhadap karya-karya
tersebut.[7]
D.
Munculnya takhrij Hadis sebagai suatu cabang ilmu
Pada
awal munculnya ilmu takhrij, belum ada orang yang menulis tentang ilmu takhrij,
karena pada masa itu ilmu takhrij masih bersifat tuturan. Bukan berarti pada
masa itu belum ada aktivitas mentakhrij, karena pada masa itu telah bermunculan
kutab-kitab takhrij, seperti yang telah dilakukan Az-Zaila’i (Kitab Nashb
Ar-Rayah Li Ahadits Al Hidayah), Ibn Hajar Al-Atsqolani (At-Talkhish Al-Habir
fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz Al-Kabir), Al-Iraqi (Kitab Al-Mughni ‘an Haml
al-Asfar fi al-Asfar), dan banyak ulama yang lainnya.
Pada
tahun 1978 M dimulailah penyusunan kitab tentang ilmu takhrij, kaidah-kaidah,
manhaj, dan metodenya. Diantara kitab ilmu takhrij,
a.
Ushul at-Takhrij wa Dirasat al-Asaanid, karya Dr. Mahmud Ath-Thohhan pada tahun
1978 M
b.
Thuruq Takhrij Hadits Rasulullah Saw, karya Dr. ‘Abd Al-Mahdi bin ‘Abd Al-Qadir pada tahun 1982 M
c.
Kasyf al-Litsaam ‘an Asrar Takhrij Hadits
Sayyid al-Anaam,
karya Dr. ‘Abd al Maujuud Muhammad ‘Abd Al-Lathiif pada tahun 1984 M
d.
Al-Madkhal ila Takhrij al-Ahaadiits wa
al-Aatsaar wa al-Hukm ‘Alaiha, karya Dr. Abu Bakr ‘Abd ash-Shamad bin Bakr bin Ibrahim pada tahun 1410 H
e.
Al-Waadhih
fi fann At-Takhrij wa dirasat al-Asaanid, Karya
Dr. Sulthon al-Ukayilah, dkk.
f.
Kaifa Nadrus ‘Ilm Takhrij al Hadiits, Karya Dr. Hamzah Malaibari & Dr. Sulthon
Ukayilah
g.
Takhrij
Al-Hadits An-Nabawi, Dr. ‘Abd Al-Ghani
At-Tamimi
h.
‘Ilm
takhrij Al-Ahaadits, Muhammad Mahmud Bakkar
i.
Manhaj
Dirasat Al-Asaanid wa Al-Hukm ‘Alaiha,
Dr. Walid Al-‘Ani
E.
Metode Takhrij Hadits
Menurut
Dr. Mahmud Ath-Thahhan, di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat
dijadikan sebagai pedoman, yaitu;
1.
Takhrij melalui perawi hadits pertama
Metode
ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, lalu
kita mnecari bantuan dari tiga macam karya hadis yakni;
·
Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri. Selama
kita sudah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, maka kita mencari
hadis tersebut dalam kitab ini hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad
dari kumpulan musnad tersebut.
·
Al- Ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan
hadis di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh
(guru-guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui nama sahabat dapat
memudahkan untuk merujuk hadisnya.
·
Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf
disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka
sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadis itu,
maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-atraf
tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap.
Kelebihan metode ini
adalah bahwa proses takhrij dapat diperpendek. Akan tetapi, kelemahan
dari metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik, apabila perawi
yang hendak diteliti itu tidak diketahui.
Kitab kitab yang disusun
berdasarkan metode ini :
a.
Kitab Al-Athraf
1)
Al-Athraf al-Shahihain; al-Hafidz Imam Ibn Mas’ud Ibrahim bin Muhammad bin Ubaid
ad-Dimasyqi
2)
Al-Athraf al-Kutub al-Sittah; al-Hafidz Syamsuddin Abu al-Fadhli Muhammad bin Thahir
bin Ahmad al-Maqdisi
3)
Al-Athraf Shahihain; Khalaf bin Hamdun Al-Wasithy
4)
Isyraf ‘ala Ma’rifah al-Athraf; Abu Qasim Ali bin Abi Muhammad al-Hasan al-Dimasyqi
5)
Tuhfat al-Asyraf bi Ma’rifat Al-Athraf; Jamaludin Abu Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizyi
6)
Ittihaf al-Mahrah bi Athraf al-‘Aasyarah; Abi Al-Fadhl Ahmad bin Ali al-Asqalani (Ibnu Hajar
Al-Atsqolani)
b.
Kitab-kitab
Mu’jam
1)
Mu’jam Al-Kabir,
Al-Ausath, dan Shagir, Karya Ath-Thabrani
2)
Mu’jam
Ash-Shahabah, Karya Ahmad bin ‘Ali Al-Maushili
c.
Kitab Al-Musnad
1)
Musnad Ahmad bin Hanbal
2)
Musnad Abu Bakar Abdullah bin Al-Zubair al-Humadi
3)
Musnad Abu Daud Ath-Thayalisi
2.
Takhrij melalui lafadz pertama matan hadits
Metode
ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis dengan
metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf
hijaiyah.
Metode
ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar bagi
seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari dengan cepat.
Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat
kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit unruk
menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai contoh ;
اِذاأَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَ
خُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut
adalah iza atakum (اِذا اَتَاكُمْ). Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij
sebagai lafaz pertamanya adalah law atakum (لَوْ اَتَا كُمْ) atau iza
ja’akum (اذاجَاءَكُمْ), maka hal tersebut tentu akan menyebabkan sulitnya menemukan
hadis yang sedang dicari, karena adanya perbedaan lafaz pertamanya, meskipun
ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang sama.
Kitab kitab yang disusun
berdasarkan metode ini :
a)
Al-Jami’ Al-Kabir; As-Suyuthi
b)
Al-Jami’ Al-Azhar; Al-Manawi
c)
Al-Jami’ Al-Shagir min Hadits al-Basyir al-Nadzir; As-Suyuthi
d)
Mausu’ah Al-Athraf, karya Abu Muhajir basyuni
Zaghlul
3.
Takhrij menurut kata-kata dalam matan hadits
Metode
ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis,
baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak digunakan
huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya sehingga pencarian
hadis-hadis yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini
akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadis berdasarkan
lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaanya.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu;
Metode ini mempercepat pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui
kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode
ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak
didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan
kata-kata lain.
Kitab
yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al-Mu`jam Al-Mufahras
li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini mengumpulkan hadis-hadis yang
terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadis sebagaimana yaitu; Sahih
Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn
Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’ malik, dan Musnad Imam Ahmad.
4.
Takhrij melalui tema hadits
Metode
ini berdasrkan pada tema dari suatu hadis. Oleh karena itu untuk melakukan takhrij
dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadis yang
akan ditakhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema itu pada
kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini. Seringkali suatu hadis memiliki
lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang mekharrij harus
mencarinya pada tema-tema yang mungkin dikandung oleh hadis tersebut. Contoh :
بُنِيَ الاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ انْ
لاَاِلهَ اِلاَّ اللّهُ وانَّ مُحَمَّدّا رَسُوْلُ اللَّهِ وَاِقَامِ الصّلاَةِ
وَايْتَاءِ الزَّكاَةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ
اِلَيْهِ سَبِيْلاّ
Dibangun
Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayarkan zakat,
berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Hadis
diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat, zakat, puasa dan
haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadis diatas harus dicari didalam
kitab-kitab hadis dibawah tema-tema tersebut. Cara ini banyak dibantu dengan
kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadis yang disusun
berdasarkan judul-judul pembahasan.
Dari
keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat
tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis. Untuk itu seorang mukharrij
harus memiliki beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara umum dan kajian
fiqih secara khusus.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan
akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz pertamanya.
Akan tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila
kandungan hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak
dapat menentukan temanya, maka metode ini tidak mungkin diterapkan.
Kitab kitab yang disusun
berdasarkan metode ini :
a)
Kanz Al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al: Muttaqy al-Hindi
b)
Miftah Kunuz al-Sunnah; Dr. Aj. Wensick
c)
Karya-karya lain yang disusun menurut tema tertentu
seperti fiqih, sejarah, Targhib dan Tarhib, dan sebagainya.
5.
Takhrij berdasarkan status hadits
Metode
ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam
menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya.
Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis
berdasarkan statusnya, seperti hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal
dan lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab seperti diatas
dia telah melakukan takhrij al hadis.
Kelebihan
metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij. Hal ini
karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan
sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit.
Namun, karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang
dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari
metode ini.
Kitab kitab yang disusun
berdasarkan metode ini :
A.
Al-Azhar al-Mutanatsirat fi al-Akhbar al-Mutawatirat; al-Suyuthi
B.
Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadits al-Qudsiyyat; al-Madani
C.
Al-Maqaashid al-Hasanah (hadits Masyhur); Al-Syahwi
D.
Al-Marasil;
Abu Daud
E.
Al-Tanzih Al-Syari’at an al-Akhbar al-Asyarah al-Maudhu’at; Ibn Ira
F.
Al-Mashnu’ fi Ma’rifat al-hadits al-Maudhu’; Al-Qari
G.
Al-Maudhu’at; Ibn Jauzi
E. Kesimpulan
Takhrij hadis adalah penelusuran atau
pencarian hadis pada berbagai kitab hadis sebagai sumbernya yang asli yang
didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya.
Di dalam melakukan takhrij, ada lima
metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman yaitu:
1.
Takhrij melalui lafadz pertama matan hadits
2.
Takhrij melalui perawi hadits pertama
3.
Takhrij menurut kata-kata dalam matan hadits
4.
Takhrij melalui tema hadits
5.
Takhrij berdasarkan status hadits
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Abu Al-laits Al-Khair Abadi,
Takhrij Al-Hadiits Nasy’atuhu wa manhajiyyatuhu. (Darul Syakir: Malaysia.
1999)
Mahmud
Ath-Thahhan, Ushul At-Takhrij wa Dirasat Al-Asaanid. (Darul Qur’an Al
Karim: Beirut. 1979. Cet. 2)
‘Imad Ali Jum’at, Ushul
At-Takhrij wa Dirasat Al-Asaanid
Al Muyassaroh, (Darul
Muslim: Riyadh. 2004)
Ahmad Luthfi, Metode belajar Interaktif Hadis dan Ilmu
Hadis (software),
[1] Mahmud
Ath-Thahhan, Ushul At-Takhrij wa Dirasat Al-Asaanid. (Darul Qur’an Al
Karim: Beirut, 1979. Cet. 2) hlm. 9
[2] Ibid. Mahmud Ath-Thahhan, Ushul At-Takhrij
wa Dirasat Al-Asaanid. hlm. 10-11
[3] Muhammad Abu Al-laits Al-Khair Abadi, Takhrij
Al-Hadiits Nasy’atuhu wa manhajiyyatuhu. (Darul Syakir: Malaysia. 1999),
hal. 14-15
[6] Muhammad Abu Al-laits Al-Khair Abadi, Takhrij
Al-Hadiits Nasy’atuhu wa manhajiyyatuhu. hal. 20-22
Takhrij Hadits Kang. . ..
BalasHapus