MEMAHAMI KONSEP THAGHUT DALAM KONTEKS INDONESIA

MEMAHAMI KONSEP THAGHUT DALAM KONTEKS INDONESIA



A. PENDAHULUAN
Sejak zaman Nabi pertama, Adam ‘alaihis salam hingga Nabi terakhir, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bentuk dakwah yang diperintahkan Allah kepada para Rasul-rasulNya tidak pernah berubah, yaitu supaya umat manusia menyembah Allah dan menjauhi Thaghut. Barangsiapa yang mengikuti Thaghut maka ia telah terjerumus ke dalam perbuatan Syirik dan Kufur kepada Allah yang hukumannya adalah siksa Neraka. Oleh karena itu, setiap Rasul melarang semua perbuatan syirik, baik itu syirik kecil seperti Riya (mengharapkan keuntungan dari ibadahnya kepada selain Allah), maupun itu syirik besar seperti menjadikan sembahan selain Allah. Rasulullah SAW juga melarang semua bentuk perbuatan kufur, baik itu Kufur yang tidak mengeluarkan dari islam (kufur asghar), maupun kufur yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam (murtad). Inilah inti dari dakwah tauhid yang dilakukan seluruh Nabi, yakni menegakkan kalimat Laa ilaaha illAllah, bahwa tidak ada yang berhak untuk disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah saja.
Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ –سورة النحل: 36
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
Dalam berdakwah kepada umat manusia supaya mereka beriman dan taat kepada Allah dan mengingkari Thaghut tidak perlu dilakukan secara paksa. Karena secara fithrah manusia akan senantiasa memilih kebenaran dan petunjuk dari pada memilih kesesatan. Oleh karena itu, Allah mengajarkan kepada hamba-Nya untuk berdakwah dengan cara yang toleran, yakni dengan cara menyampaikan hikmah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, Nasihat yang baik, dan kalau harus sampai berdebat mesti dilakukan dengan cara yang baik. Dakwah seperti ini akan lebih diterima oleh hati manusia sehingga mereka beriman dengan suka hati tanpa ada paksaan.
Akan tetapi dalam perjalanan dakwah ini tidak selalu mulus, thaghut-thaghut dari golongan jin dan manusia akan terus menerus menghalangi dengan cara apapun, bahkan sampai dengan cara kekerasan, sehingga orang yang beriman menjadi tertindas. Dalam kondisi seperti ini, setiap orang beriman wajib berjihad melawan kebiadaban Thagut dengan cara kekerasan kembali sehingga kalimat Allah dapat tegak di bumi.
Belakangan ini sering terdengar golongan yang sangat mudah mengkafirkan. Mereka mengklaim bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini adalah Thaghut, termasuk di dalamnya Presiden, DPR, MPR, MK, MA, dan PNS divonis sebagai Thaghut. Mereka pun menilai bahwa Pancasila, UUD ’45, dan Undang-undang lainnya adalah hukum Thaghut yang harus diingkari, barangsiapa yang mengikuti hukum thaghut maka ia kafir murtad.
Sebagai Pemuda Muslim terdidik, sudah sepantasnya untuk memverifikasi atau mengecek kebenaran berita. Bagaimanakah konsep Thagut itu sebenarnya? Kemudian apakah NKRI yang didirikan oleh para Ulama kita, dibangun atas hukum thaghut? Rasanya tidak mungkin bagi Ulama kita yang dikenal keshalihan dan keteguhannya menegakkan syariat Islam untuk melakukan hal itu.
Maka upaya menjawab isu dan tuduhan kafir terhadap Indonesia sebagai Negara Mayoritas Muslim ini menjadi sangat penting. Supaya daftar perselisihan internal umat islam di Indonesia tidak semakin panjang hanya dikarenakan kesalahfahaman terhadap konsep-konsep ajaran Islam.
B. PENGERTIAN THAGHUT
Kata thaghut berasal dari kata (طغى) yang berarti melewati batas dalam bermaksiat.[1] Penyebutan kata ini dan perubahan kata (derivasi) nya dalam Al-Qur’an ada 39 kali, adapun dengan bentuk kata Thaghut (الطَّاغُوت) ada 8 kali.[2] Imam Ar-Raghib menjelaskan bahwa Thaghut adalah ungkapan bagi setiap yang melewati batas, seperti penyihir, peramal, jin durhaka, dan siapapun yang memalingkan dari jalan kebaikan.[3]
Penulis fathul Majid Syarah kitab tauhid, memberikan beberapa definisi tentang makna Thaghut. Kata ((الطَّاغُوت)) diambil dari ((الطغيان)) yang berarti melampaui batas.
Umar bin Al-Khaththab ra. berkata,
الطَاغُوْتُ الشَّيْطَانُ
“Thaghut adalah syetan.”
Jabir ra. Berkata,
الطَاغُوْتُ كُهَّانٌ كَانَتْ تَنْزِلُ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ
“Thaghut-thaghut adalah para dukun di mana syetan-syetan turun kepada mereka.”
Kedua Atsar ini diriwayatkan oleh Abu Hatim.
Malik berkata,
الطَاغُوْتُ كُلُّ مَا عُبِدَ مِنْ دُوْنِ اللهِ
“Thaghut adalah semua yang disembah selain Allah.”
Demikianlah beberapa definisi thaghut, meskipun masih parsial dan tidak menyeluruh. Al-Allamah Ibnu Qayyim telah mendefinisikan Thaghut secara menyeluruh, dia berkata:
الطَّاغُوْتُ كُلُّ مَا تَجَاوَزَ بِهِ العَبْدُ حَدَّهُ: مِنْ مَعْبُوْدٍ أَوْ مَتْبُوْعٍ أَوْ مُطَاعٍ.
Thaghut adalah segala apa saja yang disikapi seorang hamba dengan melampaui batas padanya, baik dalam bentuk sesembahan, atau yang diikuti, atau yang ditaati. [4]
C. SIAPAKAH THAGHUT?
Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab rahimahullah menjelaskan bahwa thagut ada banyak. Thagut yang paling besar ada lima : iblis –semoga Allah melaknatnya-, siapa saja yang dijadikan sesembahan dan dia ridho, barangsiapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya, barangsiapa yang mengetahui tentang ilmu ghaib, dan barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain yang Allah turunkan.[5]
Pertama. Iblis laknatullah
Iblis merupakan pimpinan thagut. Mengapa? Karena dia diibadahi, diikuti, dan sekaligus ditaati dan dia ridho dengan perbuatan tersebut. Allah Ta’ala berfirman :
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan (iblis)? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu “ (QS. Yasin:60)
Kedua. Barangsiapa yang disembah selain Allah dan dia ridho.
Semua yang ridho dijadikan sesembahan selain Allah maka dia termasuk thagut, baik disembah ketika masih hidup maupun sesudah matinya. Dia ridho untuk dijadikan sesembahan dengan bentuk ibadah apapun. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَمَن يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِّن دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ
Dan barangsiapa di antara mereka  mengatakan: “Sesungguhnya Aku adalah Tuhan selain Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim “ (QS. Al Anbiya’:29)
Tidak termasuk thagut seseorang yang dijadikan sesembahan dan dia tidak ridho dengan penyembahan tersebut. Misalnya seseorang yang menyembah Isa ‘alaihis salam, maka orang tersebut telah menyembah thagut. Namun Isa ‘alaihis sallam bukanlah thagut karena dia tidak ridho dengan penyembahannya tersebut, bahkan beliau mengingkarinya.
Ketiga. Barangsiapa yang menyuruh manusia untuk menyembah dirinya.
Barangsiapa yang menyuruh manusia untuk menyembah dirinya dengan jenis ibadah apapun baik ketika dia masih hidup maupun sudah mati maka dia termasuk thagut. Sama saja baik ada orang yang mau mengikuti seruannya maupun tidak. Thagut jenis ketiga ini lebih parah daripada yang kedua karena dia menyuruh dan mengajak orang untuk menyembah dirinya.
Hal ini seperti perbuatan Fir’aun yang Allah kisahkan dalam Al Qur’an :
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
(Fir’aun) berkata:”Akulah tuhanmu yang paling tinggi “ (QS. An Nazi’at:24)
Termasuk juga perbuatan para ulama sufi yang memerintahkan pengikutnya untuk beribadah kepada dirinya.
Keempat. Barangsiapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
Barangsiapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib yang mutlak maka dia termasuk thagut. Tidak ada yang mngetahui ilmu ghaib yang mutlak kecuali hanya Allah semata. Yang dimaksud ilmu ghaib yang mutlak adalah perkara-perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah saja, seperti ilmu tentang umur dan ajal seseorang, ilmu tentang hari kiamat, ilmu tentang nasib seseorang di akherat, dan sebagainya. Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya hanya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok . Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman:34)
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. “ (QS. An Naml:65).
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. “ (QS. Al Jin 26-27)
Maka termasuk thagut jenis ini adalah para dukun, paranormal, dan tukang sihir yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
Kelima. Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain Allah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Di kala seseorang menghalalkan yang haram yang telah diijmakan atau merubah aturan yang sudah diijmakan, maka dia kafir lagi murtad dengan kesepakatan para fuqaha”  (Majmu Al Fatawa)
Orang yang mengadukan perkaranya kepada pengadilan thaghut disebut orang yang berhukum kepada thaghut, sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا –سورة النساء: 60
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
Siapa saja yang memutuskan perkara bukan dengan hukum Allah, tetapi berdasarkan hukum/undang-undang buatan manusia, maka sesungguhnya dia itu Thaghut. Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
فَمَنْ تَرَكَ الشَّرْعَ الْمُحْكَمَ الْمُنَزَّلَ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ خَاتَمِ الْأَنْبِيَاءِ وَتَحَاكَمَ إِلَى غَيْرِهِ مِنَ الشَّرَائِعِ الْمَنْسُوخَةِ كَفَرَ، فَكَيْفَ بِمَنْ تحاكم إلى الياسا وَقَدَّمَهَا عَلَيْهِ؟ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ كَفَرَ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ.
“Siapa yang meninggalkan aturan baku yang diturunkan kepada Muhammad Ibnu Abdillah penutup para nabi dan dia justru merujuk pada aturan-aturan (hukum) yang sudah dinasakh (dihapus), maka dia telah kafir. Apa gerangan dengan orang yang merujuk hukum Ilyasa dan lebih mendahulukannya daripada aturan Muhammad maka dia kafir berdasarkan ijma kaum muslimin” [6]
D. Kedudukan Orang Yang Berhukum Dengan Hukum Thaghut
Terdapat perincian permasalahan tentang berhukum dengan hukum selain Allah. Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata, “Orang yang berhukum dengan hukum selain yang Allah turunkan ada empat keadaan:
1. Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena lebih baik daripada syari’at Islam”, maka hukumnya kufur akbar.
2. Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena hukum tersebut sama/setara dengan syari’at Islam, maka berhukum dengannya boleh dan berhukum dengan syari’at (Islam) juga boleh”, maka hukumnya juga kufur akbar.
3. Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya sedangkan berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol, akan tetapi boleh berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan”, maka hukumnya juga kufur akbar.
4. Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya” . Namun dia meyakini bahwa tidak boleh berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, dan dia menyatakan bahwa berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol serta tidak boleh berhukum dengan selainnya, akan tetapi dia bermudah-mudah dan meremehkan (dalam melakukan maksiat) atau dia melakukannya karena perintah dari pemerintahnya.  Yang demikian ini hukumnya kufur asghar yang tidak mengeluarkannya dari Islam namun termasuk perbuatan  dosa besar yang paling besar”

E. Indonesia Bukan Negara Thagut, Tapi Negara Islam Yang Bermaksiat.
Sebagaimana pembahasan konsep Thagut sebelumnya, dapat difahami bersama bahwa Negara Thagut itu adalah apabila negara itu dicintai atau difanatikkan melebihi Allah SWT dan apabila negara itu menegakkan hukum yang bukan hukum Allah SWT. Sehingga negara-negara seperti Amerika, Prancis, dan Belanda bisa dikategorikan sebagai Negara Thagut, karena mereka menjadikan hukum dari hukum-hukum yang terlalu antrophocentris[7].
Bagaimanakah dengan Negara Indonesia? Dapat dipastikan bahwa Indonesia adalah Negara Islam. Bukti sejarah menunjukkan bahwa para Bapak pendiri negara ini telah mendasarkan Negara ini dengan asas Islam. Di dalam sebuah dokumen konstitusi pertama yang dinamakan Piagam Jakarta[8] (the jakarta charter) yang akan menjiwai Pancasila dan UUD 1945 disebutkan bahwa “Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”[9] Dengan menyebut bahwa kemerdekaan indonesia adalah berkat tuhannya orang Islam menunjukkan bahwa negara ini didasarkan atas Islam.
Kemudian pada paragraf selanjutnya ada pernyataan yang melegislasi penerapan hukum islam “...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan Rakyat, dengan berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya,..”[10] Meskipun pada tanggal 18 Agustus 1945 terjadi penghapusan kata “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”pada UUD 1945 diganti menjadi “Yang Maha Esa” tidak menjadikan kata yang dihapus itu hilang dalam Piagam Jakarta. Dan Piagam Jakarta ini masih diakui sebagai bagian yang sah dan tak terpisahkan dari Konstitusi Negara Indonesia, UUD 1945, di mana rumusan pancasila tercantum di dalamnya.[11] Ini berdasarkan Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959, yang dengan tegas menyatakan: “Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.” Sehingga sejumlah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan setelah tahun 1959 merujuk atau menjadikan Piagam Jakarta sebagai Konsideran. Sebagai contohnya adalah Penpres 1/1965 tentang pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, dan Peraturan Presiden No 11 tahun1960 tentang pembentukan Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
Inilah bukti perjuangan Ulama-ulama kita dalam mengislamkan Indonesia. Setelah perjuangan umat Islam menegakkan konsep negara Islam secara Filosofis melalui Piagam Jakarta. Kemudian tahap selanjutnya umat Islam indonesia berhasil menegakkan konsep negara islam secara yuridis dengan adanya beberapa perundang-undangan Perdata Syari’ah, yang puncaknya adalah penegakan beberapa undang-undang Pidana Syariah di Aceh.
Bagaimanakah hukum-hukum Islam yang belum diberlakukan di Indonesia dan belum meratanya Undang-undang Syariah di kebanyakan daerah? Apakah ini merupakan ciri Thagut sehingga Indonesia masih sebagai Negara Thagut yang berimplikasi pada kekafiran para pejabatnya? Tentunya tidak bisa disebutkan secara umum bahwa Indonesia seperti itu, melihat panjangnya perjuangan tokoh-tokoh Islam dalam memperjuangkan asas Islam sejak masa kemerdekaan.
Tidak bisa pula Indonesia disebut sebagai Darul Kufri karena ummat islam indonesia tidak dihalang-halangi dalam menjalankan syariatnya sebagaimana terjadi di Makkah sebelum Fathu Makkah, sehingga pada waktu itu ada kewajiban Hijrah ke Negeri Islam atau Jihad memerangi negeri kufur. Sampai-sampai apabila seorang muslim yang masih tinggal di negeri kufur dan mati dalam keadaan melakukan hukum thagut akan dimasukan neraka Jahannam. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا –سورة النساء: 97
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri[12], (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,

Memang ada beberapa orang yang dapat disebut sebagai Thagut, akan tetapi tidak boleh ditentukan secara global bahwa negara Indonesia adalah thagut. Ini tidak adil karena ada pula orang yang sedang memperjuangkan hukum Islam.
Tidak bisa pula memvonis bahwa Presiden, DPR, MPR, MK, MA, ataupun PNS sebagai thagut sampai dilakukan verifikasi langsung kepada orang tersebut. Bahkan Orang-orang yang seenaknya mengkafirkan itu pun sepertinya belum bertanya langsung kepada para pemimpin yang mereka tuduh Thagut. Adapun yang terlihat sekarang bahwa banyak undang-undang syariat yang belum diterapkan oleh pemerintah, paling minimal dapat disebutkan bahwa negara telah melakukan dosa besar yang tidak sampai tingkat kafir dan dosanya ditimpakan kepada orang-orang yang memperjuangkannya.
Perlu diketahui bahwa kafir sebenar-benarnya itu apabila termasuk ke dalam 4 golongan berikut, adapun apabia tidak sampai seperti golongan ini masih disebut muslim tapi berdosa besar. 1) Tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, 2) beriman kepada Allah tapi tidak beriman kepada Rasul-Nya, 3) beriman kepada Allah, tapi beriman kepada sebagian Rasul-Nya dan mengkufuri sebagian lainnya, dan 4) orang yang mengambil jalan antara Iman dan kafir. Sebagaimana firman Allah SWT:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا () أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينً –سورة النساء: 150، 151
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),
F. Kesimpulan
Apabila ditinjau dari pembagian Negara menjadi Negeri Kufur dan Negeri Islam. Indonesia adalah negara yang Islam, selain karena mayoritas penduduk beragama Islam, Negara Indonesia memiliki konstitusi Islami dan telah memberlakukan beberapa hukum Islam.
Melakukan vonis thagut kepada pejabat Negara tidak bisa secara mutlak sehingga melakukan tabayyun (verifikasi) terlebih dahulu kepada setiap orang yang terindikasi menjadi thagut.

DAFTAR PUSTAKA
Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufrodaat fi Gharib Al-Qur’an. .Beirut/Damaskus, Dar Al-Qalam/Dar Asy-Syamiyyah, 1412 H.
A.D. Muhammad Zaki Muhammad Khidr, Mu’jam Kalimat Al-Qur’an Al-Karim. Maktabah Syamilah Versi 3.51.
Abdurrahman bin Hasan Aalu Syaikh, Fathul Majid bi Syarh Kitab At-Tauhid. Kairo: Dar Al-Aqidah, 2006.
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syarah Tsalatsat Al-Ushul. TT: Dar Al-Masir, 1997
Ibnu Katsir, Al Bidayah wa An-Nihayah. Beirut: Dar Al-Ihya At-Turats Al-‘Arabi, 1988.
Adian Husaini, Pancasila bukan untuk menindas Hak Konstitusional Umat Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2009.

[1] Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufrodaat fi Gharib Al-Qur’an. (Beirut/Damaskus, Dar Al-Qalam/Dar Asy-Syamiyyah, 1412 H) hlm. 520.
[2] A.D. Muhammad Zaki Muhammad Khidr, Mu’jam Kalimat Al-Qur’an Al-Karim. (Maktabah Syamilah Versi 3.51) .
[3] Ibid. Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufrodaat fi Gharib Al-Qur’an.
[4] Abdurrahman bin Hasan Aalu Syaikh, Fathul Majid bi Syarh Kitab At-Tauhid. (Kairo: Dar Al-Aqidah, 2006) hlm. 19
[5] Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syarah Tsalatsat Al-Ushul. (TT: Dar Al-Masir, 1997) hlm. 80.
[6] Ibnu Katsir, Al Bidayah wa An-Nihayah. (Beirut: Dar Al-Ihya At-Turats Al-‘Arabi, 1988) Juz 13 hlm.139. Ilyasa (Yasiq) adalah hukum buatan Jengis Khan yang berisi campuran hukum dari Taurat, Injil, Al Qur’an.
[7] Faham bahwa manusia sebagai sumber kebenaran.
[8] Pada tanggal 22 Juli 1945, panitia Sembilan yang dibentuk oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) –yang dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai- menandatangani rancangan pembukaan Undang-undang Dasar negara RI yang berikutnya dikenal sebagai Piagam Jakarta. Kesembilan orang tersebut adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Achmad Soebardjo dari golongan nasionalis sekuler, dan Abikoesno Tjokrosoerosoe, Abdul Kahar Muzakir, Abdu Wahid Hasyim, Haji Agus Salim dari golongan nasionalis Islam dan A.A. Maramis dari Kristen.
[9] Adian Husaini, Pancasila bukan untuk menindas Hak Konstitusional Umat Islam. (Jakarta: Gema Insani Press, 2009) hlm. 38.
[10] Ibid. Hlm 38. Lihat Endang Saifuddin Anshari, 22 juni 1945, hlm. 29.
[11] Ibid. Adian Husaini, Pancasila. hlm.51
[12] Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya diri sendiri di sini, ialah orang-orang muslimin Mekah yang tidak mau hijrah bersama Nabi sedangkan mereka sanggup. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badar; akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.

22 komentar:

  1. Bukankah pejabat negeri Indonesia ini ialah org yg mngambil jalan antara iman dan kafir?

    BalasHapus
  2. Siapa saja yang memutuskan perkara bukan dengan hukum Allah, tetapi berdasarkan hukum/undang-undang buatan manusia, maka sesungguhnya dia itu Thaghut.
    Ana cuma kopas Dari tulisan antum
    Argument ana bukankah uud itu buatan manusia?jadi gimana tuh?

    BalasHapus
  3. RI sakhi, silahkan anda Tabayyun pejabat mana yang seperti itu... Jangan pukul rata semua pejabat seperti itu

    BalasHapus
  4. Fadhillah izzan Mamonto, coba Anda pelajari sumber2 rujukan hukum..dalam membuat UUD tentunya berasal dari sumber2 hukum tersebut. Dalam Islam ada hukum had dan qishash yang mesti sesuai dengan hukum Al quran dan sunnah, dalam Islam juga ada ta'zir, yaitu hukuman yang dibuat manusia atas dasar kemashlahatan. Membuat ta'zir dibolehkan secara ijma. Begitu pula UUD jika mengandung unsur kemashlahatan umat maka itu tidak disebut hukum thagut. Contoh hukuman penjara, tambahan cambuk bagi pemabuk untuk efek jera, dll.

    BalasHapus
  5. Dahulukan Syariat untuk kemaslahatan, bukan berarti semua yang mengandung kemaslahatan itu bisa dijadikan syariat. Jika kemaslahatan itu bertentangan dengan syariat, tetap saja haram hukumnya.

    BalasHapus
  6. Membuat ta'zir memang diperbolehkan secara ijma', bahkan sangat penting. Karena disesuaikan dengan problematika kehidupan. Tapi bukan hukum yang sudah ada ketetapannya dalam Al-Qur'an & Hadits. Itu sudah baku. Seperti yang sudah saya bilang. Dahulukan Syariat, baru maslahat.

    BalasHapus
  7. Yap muhammad zuhdi, tidak jauh dari yang sudah saya jelaskan di comment. Bahwa dalam urusan had (hukum pidana Islam) dan qishash mesti mengikuti Wahyu/syariat. Adapun urusan di luar itu yg tidak dirinci dalam Wahyu maka gunakan maslahat.

    BalasHapus
  8. Jadi saya akan sempurnakan argumen sy sblumnya. Jika undang undang buatan manusia itu berkenaan urusan yg tidak terinci dalam Wahyu dan mengandung kemashlahatan maka tidak disebut hukum thagut.

    BalasHapus
  9. Terima kasih pada RI sakhi, Fadhilah izzan mamonto, dan Muhammad Zuhdi yang telah memberikan komentar atas makalah saya. ☺

    BalasHapus
  10. tulisan di atasnya ok, tapi yang bawah ko gitu ? anda bilang umammat islam di indonesia tdk di halangi untuk menjalankan syariah sehingga pancasila dan uud tdk di sebut thogut, HEY ! apakah hukum islam cuma yang ada dirukun islam shaja "masuklah pada agama islam scara
    kaaffah " mana Qisos?, mana rajam?

    BalasHapus
  11. tulisan di atasnya ok, tapi yang bawah ko gitu ? anda bilang umammat islam di indonesia tdk di halangi untuk menjalankan syariah sehingga pancasila dan uud tdk di sebut thogut, HEY ! apakah hukum islam cuma yang ada dirukun islam shaja "masuklah pada agama islam scara kaaffah " mana Qisos?, mana rajam?

    BalasHapus
  12. Semoga Allah mengampuni kita semua dan menutupi segala kekurangan2 kita. Ada apa yah dengan kang ihsan memposting ini. dari landasan yang dipaparkan, semuanya sudah terang,tp terakhir malah mengambil jalan lain.

    BalasHapus
  13. Brarti kesimpulannya apa.......

    BalasHapus
  14. Brarti kesimpulannya apa.......

    BalasHapus
  15. ijin berkomentar, menurut saya yg menjadi sumber konflik antar sesama muslim bahkan dgn non muslim karena pola pikir "Dahulukan Syariat untuk kemaslahatan", maaf kang bukan berarti menkesampinkan syariat, tp krn mengabaikan kemaslahatan ini kebanyakan dari kita bertindak atas dasar syariat, yg padahal belum tentu benar.
    contoh ekstreem aja, ISIS menggal kepala orang karena percaya itu syariat, tidak peduli itu islam atau bukan, yg tidak setuju dgn mereka halal darahnya.
    jadi menurut saya pola pikir harus diubah , pertimbangkan kemashalatan org banyak, bukankah Islam adalah rahmatan lil alimin?

    BalasHapus
  16. F.KesimpulanApabila ditinjau dari pembagian Negara menjadi Negeri Kufur dan Negeri Islam. Indonesia adalah negara yang Islam, selain karena mayoritas pendudukberagama Islam, Negara Indonesia memiliki konstitusi Islami dan telah memberlakukan beberapa hukum Islam.Melakukan vonis thagut kepada pejabat Negara tidak bisa secara mutlak sehingga melakukan tabayyun (verifikasi) terlebih dahulu kepada setiap orang yang terindikasi menjadi thagut.



    Mengamalkan sebagian dan membuang sebagian yang lain. itulah ciri2 kafir nifaq. Udkhuluu fi silmi kaaffah,, masuklah ke dalam sistem islam secara menyeluruh,, fa'akim waj haka li diinii haniifaa,, hadapkanlah wajahmu (seluruh potensi hidupmu, seluruh sendi kehidupanmu) ke jalan diin yang hanif,, hanya iblis dan sekutunya yang mengambil sebagian dari hukum alqur'an dan meninggalkan yg lain. pikirlah dengan imanmu, saudaraku..

    BalasHapus
  17. ( 150 ) Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),
    ( 151 ) merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.QS 4:10-151

    BalasHapus
  18. Tulisan ini lucu bnget.
    Kenapa??
    Perhatikan dari awal tulisan..
    Di awal tulisan, terlihat dia menolak keras penyebutan thogut yg di tujukan pada indonesia.
    Namun di tengah tulisan, seperti setuju dgn penyebutan itu karna dalil yg di pake sama dgn yg dipake Daulah Islamiyah.
    Seterusnya berubah lagi dia menolak keras..
    Lagi-lagi dalil yg dipake sama dgn Daulah Islamiyah..
    Lagi-lagi, menolak keras..
    Terakhir, kesimpulannya atas pemikiran sendiri karna ga mau disebut thogut.
    Ketahuilah bro, bahwa tulisan ente ga merubah apapun.
    Hingga kini para pendukung Daulah Islamiyah masih ada. Karna mereka bukanlah Hizbu Tahrir.
    Apakah ente tidak yakin khilafah lebih baik daripada demokrasi??

    BalasHapus
  19. Kalau Kitab Hukum Pidana, kita mengacu pada KUHP yang bersumber dari Belanda, dimana notabene Belanda mengacu pada hukum thogut. Kalau menukil Firman Allah " "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan." (QS. an-Nisa: 150-151)" hendaknya kita berintospeksi diri, saya pribadi khawatir tanpa kita sadari kita sudah keluar dari agama Islam karena secara sadar kita patuh pada KUHP yang diterapkan di negara kita.

    BalasHapus
  20. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  21. ada email yang bisa dihubungi?

    BalasHapus